Barang bekas seperti aluminium setelah rusak biasanya hanya akan
berakhir di tempat sampah atau dijual ke pengumpul barang bekas. Namun
siapa sangka, barang yang sudah tidak bernilai guna itu bisa menjadi
sebuah alat transportasi.
Adalah Dr. Suyitno, dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri,
Fakultas Teknik (FT) UGM, yang kini tengah mengembangkan sepeda berbahan
alumunium bekas . Aluminium bekas pun kini menjadi lebih bernilai guna
dan bernilai ekonomis.
Pembuatan sepeda ini menggandeng industri kecil dan menengah
(IKM)perajin aluminium yang berada di Giwangan, Yogyakarta. Sejumlah
komponen seperti rangka, pedal, stang, dan stem yang digunakan merupakan
hasil daur ulang cerdas sejumlah perajin aluminium. “Pembuatan sepeda
ini melibatkan IKM dalam pembuatan komponen sepeda yang dibuat melalui
proses daur ulang,” paparnya saat ditemui di ruang kerjanya FT UGM
baru-baru ini .
Metode daur ulang cerdas yang digunakan para perajin aluminium di
Yogyakarta ini dikenalkan oleh Suyitno karena keprihatinannya terhadap
pengrajin aluminium yang hanya menghasilkan produk yang seragam yaitu
peralatan rumah tangga secara massal. Kondisi tersebut menjadi dilematis
disaat bahan baku mengalami kelangkaan di pasaran dan perajin tidak
bisa menaikkan harga jual sehingga terjadi kelesuan di sektor usaha ini.
Guna mengatasi situasi tersebut ia menawarkan kepada perajin
untuk melakukan diversifikasi produk hasil daur ulang aluminium. Dan
hasilnya,dari pendampingan yang dilakukan sejak 2006 silam, para perajin
aluminium tak hanya produk alat-alat rumah tangga seperti wajan, alat
kukus, dan panci saja, tetapi juga menghasilkan barang lain seperti
aksesoris dan perlengkapan kendaraan yang kini digunakan Suyitno dalam
pembuatan sepedanya tersebut.
Sepeda yang dikembangkan Suyitno memang unik tak hanya karena
berasal dari bahan daur ulang. Sepeda yang diberi nama Castbike ini
rangkanya dibuat melalui proses pengecoran. Sementara rangka sepeda pada
umumnya dibuat dengan pipa yang disambung melalui proses pengelasan “
Pembuatan rangka sepeda dari pipa memerlukan bahan baku dan teknologi
pengelasan yang relatif kompleks untuk produksi secara massal,” jelas
pria yang fokus menekuni kajian Metalurgi ini.
Kenyataan tersebut mendorong Suyitno mencari alternatif proses
produksi rangka sepeda dengan menggunakan teknologi pengecoran
sederhana. Dengan teknologi cor sederhana itu diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan pada pipa dan pengelasan yang tergolong
kompleks. “Proses produksinya lebih sederhana dengan pengecoran ini.
Selain itu, teknologi ini memberikan peluang kepada IKM di Indonesia
untuk memproduksi rangka sepeda tanpa tergantung pada penggunaan pipa
dan pengelasan yang rumit,” ungkap Suyitno.
Rangka sepeda castbike tersusun atas tiga komponen yaitu rangka
depan, rangka samping kanan, dan rangka samping kiri. Ketiga komponen
tersebut disusun dan disambung dengan menggunakan baut. Sementara
komponen rangka depan pada lubang dudukan sadel, lubang dudukan stang,
dan lubang poros pedal dicetak pejal serta dilubangi dengan mesin bubut.
“Perakitannya kita kerjakan sendiri,” ujarnya.
Saat ini Suyitno mengembangkan tiga buah model sepeda castbike
yaitu jenis urban untuk laki-laki, urban untuk perempuan, dan model
sepeda gunung. Ia pun mentargetkan dalam sehari bisa memproduksi 5 unit
sepeda castbike. “Produksi sudah berjalan dan paten sudah diajukan.
Semoga dalam waktu dekat bisa segera dirilis,” katanya.
Inovasi sepeda castbike ini tak hanya memanfaatkan barang bekas
dam menawarkan proses produksi yang lebih sederhana serta menungkinkan
industri kecil dan menegah dalam pengerjaanya. Karya Suyitno ini pun
terpilih sebagai salah satu dari 104 karya inovasi Indonesia paling
prospektif di tahun 2012 versi Business Innovation Center (BIC)
Kemenristek RI. Dalam kompetisi tersebut diikuti sebanyak 2.519 karya
inovasi dari berbagai bidang. Selain Suyitno, dosen Fakultas Teknologi
Pertanian (FTP) UGM, Sri Rahayoe, S.TP., MP., juga masuk dalam daftar
tersebut dengan karya Mesin Pengolahan Gula Semut Berbasis Nira Kelapa